Kisah Kakek dan Nenek
Sepasang kakek dan Nenek yang berencana mau berangkat umroh bersama. Kakek bermaksud mengutarakan yang selama ini dia rahasiakan.
"Nek, Kakek mau jujur sama Nenek. Agar dalam umroh nanti kita diridhoi". kata Kakek. Nenek pun mengangguk tanda setuju. "Langusng saja Kek, ndak usah berbelit-belit". pinta Nenek
"Gini Nek, jangan marah ya..?? Sebetulnya pada waktu kita Nikah dulu Kakek sudah tidak Perjaka Lagi". Dengan datar Nenek hanya mengucapkan "Owh...."
Kakek sangat heran. "cuma owh, Nenek ndak marah..???".
"Ndak kok, karena Nenek juga dulu saat Nikah sama Kakek sudah ndak perawa lagi".
"owh begitu, berarti kita impas dong..??". Kata Kakek dengan perasaan lega.
"bukan begitu, Nenek juga mau jujur pada Kakek. Nenek dulu Nikah ndak cuma satu dua kali". Kata Nenek
"haahh.. lalu berapa kalk Nenek Nikah..??" tanya kakek yang cemas dan sangat penasaran.
"nah itu masalahnya Nenek lupa dulu Nikah sudah berapa kali. Tapi disaat Nikah, Nenek selalu menaruh biji kacang di mangkuk sebagai pertanda".
"Lalu dimana mangkuk yang beriai kacang tersebut..???". Tanya kakek yang sedikit kesal. "Nenek taruh didapur diatas almari bumbu dapur". Kakek pun lanhsung bergegas mengambilnya.
Betapa sangat herannya Kakek melihat butiran kacang yang hampir penuh didalm mangkuk serta ada beberapa koin uang receh. Lalu membawanya kedepan Nenek untuk meminta penjasan.
"ini banyak sekali Nek..?? Lalu kok ada uang receh segala..?? maksudnya apa..?? tanyak Kakek.
"segitu banyaklah Nenek sudah menikah dulu. Uang itu tanda beberapa kacang dijual saat ndak punya Uang". Jawab Nenek.
Hehe.. ada ndak ya cerita fakta kayak itu. Tapi yang terpenting bukan itu.
Kejujuran memang penting, kepada siapapun termasuk diri sendiri.
Soal jujur bukan hanya kita kepada orang lain, tetapi kita juga harus siap menerima kejujuran dari orang lain yang terkadang itu lebih pahit untuk kita.
Jadi sampaikan kejujuran walaupun itu pahit. Semoga bermanfaat. (MazIb).
"Nek, Kakek mau jujur sama Nenek. Agar dalam umroh nanti kita diridhoi". kata Kakek. Nenek pun mengangguk tanda setuju. "Langusng saja Kek, ndak usah berbelit-belit". pinta Nenek
"Gini Nek, jangan marah ya..?? Sebetulnya pada waktu kita Nikah dulu Kakek sudah tidak Perjaka Lagi". Dengan datar Nenek hanya mengucapkan "Owh...."
Kakek sangat heran. "cuma owh, Nenek ndak marah..???".
"Ndak kok, karena Nenek juga dulu saat Nikah sama Kakek sudah ndak perawa lagi".
"owh begitu, berarti kita impas dong..??". Kata Kakek dengan perasaan lega.
"bukan begitu, Nenek juga mau jujur pada Kakek. Nenek dulu Nikah ndak cuma satu dua kali". Kata Nenek
"haahh.. lalu berapa kalk Nenek Nikah..??" tanya kakek yang cemas dan sangat penasaran.
"nah itu masalahnya Nenek lupa dulu Nikah sudah berapa kali. Tapi disaat Nikah, Nenek selalu menaruh biji kacang di mangkuk sebagai pertanda".
"Lalu dimana mangkuk yang beriai kacang tersebut..???". Tanya kakek yang sedikit kesal. "Nenek taruh didapur diatas almari bumbu dapur". Kakek pun lanhsung bergegas mengambilnya.
Betapa sangat herannya Kakek melihat butiran kacang yang hampir penuh didalm mangkuk serta ada beberapa koin uang receh. Lalu membawanya kedepan Nenek untuk meminta penjasan.
"ini banyak sekali Nek..?? Lalu kok ada uang receh segala..?? maksudnya apa..?? tanyak Kakek.
"segitu banyaklah Nenek sudah menikah dulu. Uang itu tanda beberapa kacang dijual saat ndak punya Uang". Jawab Nenek.
Hehe.. ada ndak ya cerita fakta kayak itu. Tapi yang terpenting bukan itu.
Kejujuran memang penting, kepada siapapun termasuk diri sendiri.
Soal jujur bukan hanya kita kepada orang lain, tetapi kita juga harus siap menerima kejujuran dari orang lain yang terkadang itu lebih pahit untuk kita.
Jadi sampaikan kejujuran walaupun itu pahit. Semoga bermanfaat. (MazIb).
Post a Comment