Jujur Itu Amanah


KH Said Aqiel Siroj
Kejujuran ternyata masih sesuatu yang mahal di negeri kita. Orang yang jujur faktanya akan tertimpa banyak petaka, seperti cibiran dan bahkan pula pengusiran oleh warga. Berani bicara jujur serta berani berbicara apa adanya dianggap sebagai aib dan tidak menggunakan hati nurani, seperti kasus Ibu Siami yang mengungkap kecurangan Ujian Nasional di SDN Gadel 2 Surabaya.

Kasus ini rasanya makin menguak "borok-borok" di masyarakat kita. Kita sudah sumpek dengan berbagai aksi ketidakjujuran seperti korupsi dan penyalahgunaan wewenang di tingkat elite yang terus menghiasi wajah negeri ini.  Nyatanya pula, masyarakat sudah terkena "virus" ketidakjujuran. Masyarakat akan gampang "marah" bila kepentingan "massal"-nya terkoyak, termasuk akibat aksi kejujuran.

Bila ada maling motor tertangkap, masyarakat akan tersulut untuk main hakim dengan cara membuat bonyok maling atau bahkan membakarnya hidup-hidup. Bila warga suatu kampung dicelakai oleh warga kampung lainnya, maka akan mudah terjadi tawuran massal. Ya, terjadilah semacam "ritual kekerasan" dan beruntunnya fakta ini makin pula membongkar adanya "ritual ketidakjujuran". Lalu, ada yang bilang bahwa kita hidup dalam masyarakat yang hipokrit.

Ini yang kemudian melontarkan kegelisahan, ada apa yang salah di negeri kita? Bukankah pengajaran dan pendidikan keagamaan telah diberlakukan selama ini di sekolah-sekolah? Soal budi pekerti pun rasanya sudah sedemikian "membumi" sehingga secara jargonis kerap digemborkan bahwa bangsa kita adalah bangsa yang santun, mudah bersahabat, dan terbuka. Namun, di sebelah lain, kita pun tiba-tiba jadi tergagap-gagap oleh katakanlah situasi "absurditas" tersebut.

Muncullah gagasan untuk lebih mengedepankan pendidikan budi pekerti. Bahkan pula, seperti di Blora, Jateng, muncul ide Bupati Blora untuk memasukkan kurikulum ajaran Samin di sekolah-sekolah. Hal ini dilandasi oleh pandangan bahwa komunitas Samin yang dibangun oleh Samin Surosentiko dan masih banyak hidup di wilayah Blora dikenal sebagai komunitas yang memiliki keteguhan martabat, sikap kritis, dan kejujuran.

Dalam ranah hukum, seperti ungkapan pakar hukum Prof Satjipto Rahardjo, yang dibutuhkan saat ini bukan sekadar "penegakan hukum", tetapi juga "kejujuran hukum". Semua ini wajar karena dilandasi oleh kegelisahan dan kepedulian untuk menata kembali mentalitas, karakter, dan akhlak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

No comments

Terima kasih atas komentarnya...